Pernah bertanya-tanya bagaimana cara mengirim karyamu ke penerbit?
Kamu mungkin sudah menghabiskan waktu ratusan tahun menulis di puncak gunung untuk menyelesaikan karya terbaikmu (hahaha lebay), tapi bingung bagaimana cara mengirimkan karyamu ke penerbit, dan memulai langkahmu menjadi published author.
Dalam setidaknya 10 tahun terakhir, minat orang telah berkembang ke arah self-improvement alias pengembangan diri.
Buku-buku yang orang pilih sangat beragam sesuai pada bidang dan cara apa dia ingin mengembangkan dirinya. Orang mungkin mendapat banyak manfaat dari buku-buku motivasi diri, bisnis hingga dari banyaknya judul buku-buku komputer dan Internet. Jadi, bukan hanya naskah novel atau cerita fiksi saja.
1. Menyiapkan naskah
Beberapa penerbit memberikan instruksi khusus mengenai "format siap cetak" yang harus dikirimkan. Namun secara umum, format penulisan naskah menggunakan font Times New Roman ukuran 12, spasi double, ukuran kertas A4 ataupun Letter. Gunakan pula paragraf yang menjorok kedalam. Itu merupakan format standar yang diterima di kebanyakan penerbit.
Naskah print-out selalu menjadi yang diutamakan. Bahkan oleh penerbit yang membolehkan pengiriman lewat email.
Naskah fisik akan lebih mudah dibawa-bawa, jadi tidak harus dibaca lewat komputer. Karena nggak semua orang betah baca berlama-lama di komputer.
Jika kamu mengirim lebih dari satu naskah, pisahkanlah paketnya jadi satu-satu. Hitung-hitung etika sekaligus 'kesan pertama' editor dalam menilai kamu.
Sertakan sinposis singkat tulisanmu. Dan tulislah surat pengantar yang sopan .
Untuk identitas diri, kamu bisa menyertakan fotokopi KTP atau kartu pelajar sudah cukup.
Tidak ada salahnya juga mencantumkan alamat blog atau informasi referensi tulisan kamu yang lain.
2. Memilih penerbit
Kamu bisa melihat alamat penerbit di bagian belakang buku-buku terbitan mereka.
Ada baiknya mengecek buku terbitan baru mereka karena bisa saja alamat penerbit sudah berubah.
Kamu juga boleh mengirimkan copy-an naskah yang sama ke banyak penerbit sekaligus. Tapi seandainya naskahmu diterima oleh lebih dari satu penerbit, kamu tetap harus memilih salah satunya saja. Ya iya lah, nggak boleh ada buku yang sama dengan penerbit yang berbeda.
Dan hati-hati jika ingin mengirim naskah melalui email. Cek dulu kredibilitas penerbit yang kamu tuju. Sebab jika ternyata mereka 'penerbit nakal' naskah kamu bisa diselewengkan alias diterbitkan atas nama yang berbeda.
3. Kirimkan
Biaya kirim lewat pos mungkin sekitar 20-30-ribuan tergantung berat paket. Begitu juga jika melalui titipan kilat. Plus perangko Rp10,000 atau lebih. Tarif pastinya mungkin bisa dicek sendiri di lokasi masing-masing.
Akan sangat baik jika kamu menyertakan perangko balasan agar bisa dimanfaatkan oleh penerbit untuk mengirimi kamu surat balasan atau konfirmasi.
4. Menunggu keputusan
Gramedia dan mungkin penerbit-penerbit besar lain biasanya akan mengirim surat konfirmasi yang menyatakan bahwa naskahmu sudah sampai di meja editor, dan akan di-review paling sedikit selama tiga bulan.
Gleg. Lama memang. Dan kamu nggak perlu repot-repot menghitung hari, karena 'normalnya' lebih lama dari itu! Naskahku yang terakhir bahkan sampai enam bulan (sebelum dikembalikan karena ditolak...hiks...). Sampai-sampai aku lupa pernah mengirim naskah itu.
Beberapa bulan kemudian...
Setelah sekian lama, dari kamu yang masih belum berjerawat jadi berjerawat, belum berkumis jadi berberewok, akhirnya kamu menerima surat keputusan dari "yang mulia editor".
Yang pasti hanya ada dua kemungkinan: 1. naskahmu ditolak dan dikembalikan (beserta surat penolakan resmi), atau 2. diterima, naskah menjadi hak milik penerbit dan kamu boleh bersiap-siap untuk terkenal.
Menghadapi penolakan
Peristiwa naskah ditolak memang rasanya menyakitkan, memilukan dan semua kata negatif berimbuhan me- dan -kan. Apalagi waktu baru pertama kali... Haduh... Rasanya diri ini pingin bungee-jumping tanpa tali dari lantai empat mal terdekat. T.T
Kamu boleh saja berduka, tapi jangan lupa untuk bangkit kembali, dong.
Mungkin, seperti yang aku alami, akan ada poin saat dimana kamu berpikir bahwa kamu memang tidak ditakdirkan untuk menjadi penulis setelah semua kegagalan yang kamu alami.
Tapi selama kamu masih menyukai menulis, dan tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana cara menuliskan suatu ide, maka kamu ditakdirkan untuk menulis.
Poin kegagalan ini berarti kamu sudah sampai di level yang lebih tinggi dari usahamu. Dan kamu berhak mendapatkan kegagalan itu, plus kemungkinan berhasil yang lebih besar. (Asseek...)
Jadikan karyamu yang ditolak sebagai bahan pembelajaran untuk menulis lebih baik lagi.
Beberapa rekan bercerita bahwa editor membubuhi naskah mereka yang ditolak dengan catatan-catatan sehingga mereka tahu dimana letak kesalahan mereka.
Tapi aku kok nggak pernah ya? Apa karena saking jeleknya kali ya... Jadi editor nggak tega untuk bilang bahwa kesalahannya ada pada semua bagian. Hahaeu... T.T
Pokoknya nggak ada alasan untuk berhenti mencoba. Bahkan penulis sekelas Pramoedya Ananta Toer (almarhum) memperkirakan dirinya sudah mencoba sedikitnya 1000 kali sebelum buku pertamanya terbit.
Jadi, buang jauh-jauh pikiran-pikiran negatifmu dan mulailah menulis.
"Hajar keyboard dengan jari-jarimu, sebelum 'menghajar' publik dengan bukumu."
Bonus: Ilustrasi pendapatan honor
Penulis baru biasanya mendapatkan 10% dari total pendapatan buku yang dibayarkan setahun dua kali pada awal dan pertengahan tahun.
Jadi, misalnya harga buku kamu Rp 30,000 x 10% = Rp 3,000
Namun tidak menutup kemungkinan penerbit menaikkan honor kamu menjadi 15%, 20% atau lebih.
Ada tambahan tips atau ingin berbagi pengalaman? Silahkan tulis dalam komentar.
- Artikel ini merupakan revisi dari tulisan di blog lamaku.