Saturday, April 2, 2011

Enrique's Journey: Perjalanan Penuh Bahaya Demi Bersatu Kembali Dengan Sang Ibu

Akhirnya selesai juga baca buku ini. Dua tahun lebih untuk selesai membaca sebuah buku bukanlah hal yang bisa kubanggakan. Aku memang menyesalkan konsentrasiku yang semakin menurun seiring bertambahnya umur (kayak yang udah 100 tahun aja).

Membaca Enrique's Journey seperti membaca sebuah artikel koran yang bagus dan menarik, hanya saja sepanjang 300 halaman lebih. Aku sempat meninggalkannya di rak selama beberapa lama setelah sempat dibaca sebagian. Hingga akhirnya aku bertekad untuk segera menamatkannya.

Ini adalah memoar tentang seorang remaja Honduras bernama Enrique yang melakukan perjalanan yang penuh bahaya sebagai imigran ilegal untuk bisa sampai ke AS demi menemui ibunya.

Buku ini disusun berdasarkan wawancara dan pengalaman langsung yang dilakukan jurnalis Sonia Nazario, sang penulis buku, yang menapak-tilas perjalanan yang dilakukan Enrique, dengan segala bahayanya termasuk ancaman diperkosa. Belum lagi saat itu ia tengah hamil.

Namun berbekal identitasnya sebagai jurnalis, ia berhasil melakukan perjalanan menaiki atap kereta bersama para imigran lainnya meski tidak sampai ke perbatasan AS seperti yang dilakukan Enrique.

Di bagian-bagian awal banyak hal yang menarik. Seperti masa kecil Enrique yang tinggal bersama neneknya sejak ibunya hijrah ke AS, lika-liku kehidupan di Honduras yang menjanjikan harapan yang tidak besar, nasib tragis yang dialami Enrique saat mengalami penganiyaan oleh petugas dan para premanselama perjalanan, serta simpati yang diberikan oleh sebagin pihak yang masih setia memberi dukungan pada para imigran.

Intinya, banyak remaja Amerika Latin seperti Enrique (beserta ribuan orang lainnya setiap tahun) yang nekad melakukan perjalanan yang mengancam jiwa, mulai dari perampokan, penganiayaan hingga pemerkosaan.

Dengan menaiki atap kereta, yang mereka sebut El Tren de la Muerte - Kereta Kematian, mereka bertekad untuk sampai di AS demi bersatu kembali dengan orang-orang yang mereka cintai dan orangtua yang mengadu nasib di negara itu.

Namun tak jarang perasaan para anak segera berubah menjadi benci dan marah pada orangtua mereka, setelah mereka berhasil tiba di AS.

Setelah berhasil tiba di AS dan bertemu dengan ibunya, Enrique malah sering cek-cok dengan ibunya, memperdebatkan hal yang sama setiap kali. Dia merasa marah karena ibunya meninggalkan dia saat dia masih sangat kecil, dan menuding ibunya sebagai orangtua yang tidak bertanggungjawab.

Dia merasa neneknya yang mengasuhnya lah yang lebih pantas disebut orangtua dibandingkan ibunya sendiri.

Bahkan beberapa anak imigran lain melakukan bunuh diri karena merasa orangtua mereka tidak menyayangi dan menginginkan mereka.

Menjelang bagian akhir adalah bagian yang agak membuatku bosan sebenarnya.

Bergantian antara AS dan Honduras, kisah yang diceritakan adalah mengenai Maria Isabel, pacar Enrique yang menghadapi sikap sinis keluarga Enrique di Honduras selagi ia mengasuh Jasmine, anak diluar nikahnya dengan Enrique. Sementara ia juga harus bekerja banting-tulang demi menghidupi diri dan anaknya. (Bener-bener seperti nonton telenovela.)

Dan pada akhirnya, Maria Isabel pun melakukan hal yang sama dengan banyak ibu lainnya, meninggalkan putrinya yang masih kecil pada keluarga Enrique dan pergi menyusul ke AS.

Jadi ini seperti lingkaran setan yang tak putus-putus. Dan alasannya selalu sama dan mendasar, yaitu minimnya ketersediaan pekerjaan dengan upah yang layak di negara-negara di Amerika Selatan.

Bagian akhir dilanjutkan dengan narasi jurnalistik mengenani situasi yang meliputi arus imigran dan dampak serta pengaruhnya terhadap berbagai aspek di negara AS. Dalam hal ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya.

Enrique's Journey memang memberikan pandangan yang luas dan nyata mengenai fenomena sosial di Amerika Serikat, baik bagi warga AS sendiri maupun masyarakat dunia.

Buku ini mungkin bukan yang paling tepat untuk bacaan santai, karena mengangkat fakta suram yang terjadi di belahan dunia lain yang mungkin jauh dari bayangan.

Tapi yang jelas aku lega sudah selesai membacanya, dan sekarang aku merekomendasikannya kepada semua orang.

Foto-foto dan update eksklusif

Maria Isabel tiba di Florida dan hidup bahagia bersama Enrique selama beberapa tahun. Mereka tinggal di apartemen tak jauh dari rumah Lourdes, ibu Enrique.

Enrique sempat kembali kecanduang alkohol dan narkoba dan Maria Isabel mengancam akan meninggalkannya. Akhirnya ia berhenti dari kebiasaan buruknya dan kembali bekerja sebagai tukang cat.

Enrique saat sedang bekerja mengecat rumah di Carolina Utara
Maria Isabel bersama Jasmin, putrinya dan Enrique di Tegucigalpa pada tahun 2003
Para imigran Amerika Tengah

Info dan foto lebih lengkap, kunjungi enriquesjourney.com

2 comments:

  1. sang enrique memang kuat sekali imannya sampai begitu bahayanya perjalanan mencari dijalani.
    Semua cita kalau dikerjakan dengan pantang menyerah maka hasilnya akan sangat memuaskan meskipun banyak rintangan.

    Ya tak apa sudah biasa terjadi terjadi cek cok apabila bertemu, tapi kalau sudah tidak bertemu mereka akan saling merindu satu sama lain.
    Itu tandanya mereka memang saling menyayangi mungkin ya.

    Tapi kenapa lagi dia kecanduan dengan hal yang terlarang, harusnya dia kan bersyukur dapat bertemu dengan sang Ibu, dan perubahan harus dilakukan untuk mencapai kebahagiaan.

    ReplyDelete
  2. iya mas, walaupun membutuhkan waktu lama, akhirnya hubungan Enrique dan ibunya sudah baik kembali kok, dan dia selalu mengunjungi ibunya untuk sekedar membuatkan kopi di pagi hari.

    Enrique memang sudah mulai kecanduan dari saat masih di tempat asalnya. beberapa kali dia udah tobat, trus kembali lagi, dan akhirnya tobat lagi. hehe. bandel pisan Enrique mah.

    terimakasih komentarnya mas. =]

    ReplyDelete

Bagaimana menurut kamu?

Hai!

Blog ini tidak di-update lagi. Silahkan Browse Arsip dibawah untuk mencari yang kamu butuhkan. Terimakasih sudah berkunjung! =]

~ Gogotaro